Pages

Jumat, 22 Juni 2012

Inflasi


Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Penyebab

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu :
kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

Penggolongan

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
  1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
  2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
  3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
  4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

Penyebab terjadinya inflasi yang pada awalnya diyakini oleh pihak Bank Indonesia dan Bappenas karena kenaikan harga minyak dunia dan `subprime mortgage` yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata dihantam pula oleh kenaikan harga pangan. Gejolak perekonomian dunia yang berujung pada inflasi sesungguhnya mulai tampak saat pendapatan per kapita Amerika Serikat mulai turun. Namun sayangnya para ekonom di tanah air banyak yang tidak menyetujuinya tanda-tanda itu. Salah satu sumber mngatakan beberapa cara ubtuk mengatasi masalah inflasi tersebut. Diantaranya adalah :
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:

• Politik diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.Kebijakan diskonto dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat.

• Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.

 • Peningkatan cash ratio:Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah.

2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:

• Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.

• Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak.

3. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan nom moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:

• Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar.

• Menekan tingkat upah.
tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.

• Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.

• Pemerintah melakukan distribusi secara langsung.
Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET).

• Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang).
 ·        Penurunan nilai uang
·        Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.

Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
• Kebijakan yang berkaitan dengan output.
• Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.
• Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri.

Contoh Penerapan Penghitungan Inflasi Sehari-hari
Tingkat inflasi dapat digunakan oleh pemberi dan penerima gaji sebagai salah satu faktor untuk menentukan tingkat kenaikan gaji. Sebagai contoh, seorang pekerja menerima gaji Rp 2 juta pada 1 Januari 2002. Karena itu wajar jika dia meminta kenaikan gaji kurang lebih 11.8% pada 31 Desember 2002 sesuai tingkat inflasi pada tahun tersebut, tentunya setelah mempertimbangkan faktor-faktor lainnya. Jika dia tidak mendapat kenaikan gaji, maka pendapatannya secara efektif berkurang sebesar 11.8%.
Jika ada yang memiliki data waktu awal penetapan gaji anggota DPR yang berlaku saat ini, maka dapat dihitung besarnya depresiasi gaji tersebut dan dapat pula diketahui berapa besar gaji yang pantas. Tentunya inflasi hanyalah sebuah variabel di antara variabel-variabel lainnya.

Gaji pertama saya pada tahun 1996 yang cuma Rp 350 ribu per bulan ternyata bernilai sama dengan Rp 1.120.000 pada tahun 2005.

Supaya efektif mendapatkan keuntungan, maka perkembangan investasi haruslah di atas tingkat inflasi. Sebagai contoh, menyimpan uang dalam bentuk deposito pada awal tahun 2005 kemungkinan besar tidak menguntungkan karena bunga deposito hanyalah sekitar 5.75%, sedangkan inflasi dalam empat tahun terakhir selalu di atas 6%. Jika pada 1 Januari 2005 uang sebesar Rp 10 juta didepositokan, maka pada 1 Januari 2006 uang tersebut akan berkembang sebesar 5.75% yaitu menjadi Rp 10.575.000. Walaupun angkanya lebih besar, nilainya lebih kecil dibandingkan pada awal investasi karena pada masa tersebut harga-harga kebutuhan diperkirakan meningkat lebih besar daripada 5.75%.

Produk hukum biasanya mengesampingkan faktor inflasi sehingga nilai hukuman denda selalu berkurang seiring dengan perkembangan waktu. Sebagai contoh berikut ini adalah kutipan Pasal 59 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor dan tidak dapat menunjukkan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

Dua juta Rupiah pada tahun 1992 adalah jumlah yang sangat besar. Sedangkan dua juta Rupiah pada awal tahun 2005 memiliki nilai yang setara dengan kurang lebih Rp 445 ribu pada tahun 1992. Jadi pengemudi yang tidak dapat menunjukkan SIM pada tahun 1992 secara efektif didenda kurang lebih 4.5 lebih besar daripada pelanggaran serupa jika dilakukan pada tahun 2005. Sedangkan hukuman kurungan tidak ada perbedaan antara 1992 dan 2005. Jika anda melihat produk perundangan tahun 60-an yang masih berlaku, maka anda dapat saja menjumpai angka-angka denda yang tidak wajar untuk haree genee, misalnya Rp 1000 atau Rp 2000.

Jika A meminjam uang dari B pada 1 Januari 2004 sebesar 10 juta Rupiah. Kemudian pada 31 Desember 2004, B mengembalikannya kepada A dengan jumlah uang yang sama. Maka selama B memakai uang tersebut, nilai efektifnya berkurang sebesar 6.1%. 10 juta pada 31 Desember 2004 bernilai 6.1% lebih kecil daripada 10 juta pada 1 Januari 2004. Karena membungai pinjaman tidak etis dan dilarang oleh agama tertentu, maka jika anda meminjam uang janganlah terlalu lama :).

sumber:



Rabu, 02 Mei 2012

Analisis Sensitivitas & Titik Impas


ANALISIS SENSITIVITAS

Penyelesaian yang optimal dari suatu masalah linier programming kadang perlu untuk menelaah lebih jauh kemungkinan-kemungkinan yang terjadi seandainya terjadi perubahan pada koefisien-koefisien di dalam model. Untuk menghindari penghitungan ulang, maka digunakan analisis sensitivitas yang pada dasarnya memanfaatkan kaidah-kaidah primal-dual metode simpleks semaksimal mungkin. Karena analisis dilakukan setelah tercapainya penyelesaian optimal, maka analisis ini disebut pula Post optimality Analysis. Jadi tujuan analisis sensitivitas adalah mengurangi perhitungan-perhitungan dan menghindari penghitungan ulang bila terjadi perubahan­perubahan satu atau beberapa koefisien model linier programming pada saat penyelesaian optimal telah tercapai.

1. Perubahan Nilai Kanan Fungsi Batasan
Perubahan nilai kanan suatu fungsi batasan menunjukkan adanya pengetatan  ataupun pelonggaran batasan tersebut.

2. Perubahan pada koefisien-koefisien pada fungsi tujuan
Perubahan pada koefisien fungsi tujuan menunjukan adanya perubahan kontribusi masing-masing produk terhadap tujuan (maximisasi laba atau minimisasi biaya). Perubahan koefisien-koefisien tersebut mempengaruhi koefisien-koefisien baris tujuan dan tentu saja mempengaruhi optimality permasalahan tersebut. Contohnya

Fungsi baris tujuan : Z= 3X1 + 5X2
Jika kontribusi laba per unit barang X1 berubah menjadi 4 dan X2 menjadi 6 pengaruhnya pada koefisien-koefisien baris tujuan sebagai berikut:
1                                5/9 -1/3
(0, 6, 4)            0      1/3     0                = (0, 8/9, 2/3)
0 -5/18                                1/6
perubahan kontribusi laba per unit tersebut mengakibatkan laba total yang diperoleh berubah menjadi:
4(5/6)+6(5)=33 1/3


3. Perubahan pada koefisien-koefisien Teknis
Fungsi-fungsi Batasan
Perubahan-perubahan yagn dilakukan pada koefisien-koefisien teknis fungsi-fungsi tujuan akan mempengaruhi sisi-kiri daripada fungsi-fungsi batasan pada dual problem), sehigga akan mempengaruhi penyelesian optimal masalah yang bersangkutan.

Contoh :
Fungsi tujuan : Maksimumkan Z = 30X1 + 40X2 + 60X3.
Fungsi batasan :
1. 4X1 + 5X2 + 6X3  60.000
2. 4X1 + 6X2 + 8X3  75.000
3. 2X1 + 5X2 + 5X3  45.000
4.     X1, X2, X3  0
masalah dualnya adalah :
Fungsi tujuan : Minimumkan Z = 60.000Y1 + 75.000Y2 + 45.000Y3.
Fungsi batasan :
1. 4Y1 + 4Y2 + 2Y3  30
2. 5Y1 + 6Y2 + 5Y3  40
3. 6Y1 + 8Y2 + 5Y3  60
4. Y1, Y2, Y3  0

dengan tabel simpleks ketiga (optimal)

Variabel
dasar
Z
X1
X2
X3
X4
X5
X6
NK
Z
1
0
5
0
0
30/4
0
562.500
X4
0
0
2
0
1
-3/2
6/5
1.500
X1
0
1
-5/2
0
0
5/4
-2
3.750
X3
0
0
2
0
0
-1/2
1
7.500

Jika setelah tercapainya tahap optimal terjadi perubahan pada koefisien teknis X2 dari :
5                                                    3
6                           menjadi             4           maka
5                                                   6

fungsi batasan (dual) kedua berubah menjadi :
3Y1 + 4Y2 + 6Y3  40
akibatnya nilai X2 pada baris Z (pada tabel optimal) akan berubah menjadi :
3(0) + 4(30/4) + 6(0) -40= -10

Ternyata dengan adanya perubahan koefisien teknis X2, tabel tersebut tidak optimal lagi karena ada nilai negatif pada baris tujuannya yaitu -10. Akibatnya perlu dilanjutkan sampai tahap optimal tercapai.


4. Penambahan Batasan Baru
Penambahan batasan baru akan mempengaruhi penyelesaian optimal apabila batasan tersebut aktifyaitu belum dicakup oleh batasan-batasan yang sudah ada. Apabila batasan tersebut tidak aktif maka tidak akan mempengaruhi penyelesaian optimal. Sehingga kita perlu memeriksa apakah batasan baru tersebut dipenuhi oleh jawaban


optimal. Bila jawaban optimal memenuhi batasan baru, maka tidak perlu diperhatikan. Bila tidak memenuhi maka batasan baru harus dimasukkan ke dalam masalah.


ANALISIS TITIK IMPAS


1. Pengertian Analisis Break Even Poin (Titik Impas)
Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Hal tersebut dapat terjadi bila perusahaan dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup untuk menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Dan sebaliknya akan memperoleh memperoleh keuntungan, bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus di keluarkan.

2. Manfaat Analisis Break Even (Titik Impas)
Analisis Break even secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Analisis break even dapat membantu pimpinan dalm mengambil keputusan mengenaihal-hal sebagai berikut:
  • Jumlah penjualan minimalyang harus dipertahankanagar perusahaan tidak mengalami kerugian.
  • Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
  • Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
  • Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.

3. Jenis Biaya Berdasarkan Break Even (Titik Impas).
Biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut:
  1. Variabel Cost (biaya Variabel)
Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit.

  1. Fixed Cost (biaya tetap)
Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu(function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan.

  1. Semi Varibel Cost
Semi variabel cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong jenis ini misalnya: Sales expense atau komisi bagi salesman dimana komisi bagi salesman ini tetap unutk range atau volume tertentu, dan naik pada level yang lebih tinggi.

4. Menentukan Break Even Point (BEP) / Titik Impas
  • Mathematical Approach
BEP dapat ditentukan atau dihitung berdasarkan formula tertentu, yaitu:
BEP = Fixed Cost / (harga perunit – varibel cost perunit) (rumus 1)

Fixed Cost
BEP =___________________________________ = Rp....... (rumus 2)
                                Sales price/unit
                        1 –       variabel cost/unit

Formulasi break even point yang dikembangkan:
Break even point adalah titik dimana perusahaan belum memperoleh keuntungan tetapi juga tidak dalam kondisi rugi, maka Break Even Point dapat kita formulasikan secara sederhana sebagai berikut:
BEP -> TR = TC
TR = Total Revenue TC = Total Cost
Contoh:
Salah satu resiko yang dihadapi petani adalah jatuhnya harga gabah pada saat panen. Sampai tingkat berapa harga gabah dapat ditolerir, perlu dianalisis dengan menggunakan analisis titik impas harga.

Tabel. Analisis Titik Impas Harga
Losses (kerugian)
(Rp.000)

Gains (keuntungan)
(Rp.000)

  • Tambahan biaya benih 45,00
  • Tambahan biaya pupuk 116,25
  • Tambahan biaya pestisida 35,00
  • Tambahan biaya memupuk 15,00
  • Tambahan biaya panen:
0,104 x (5000 – 3500) x Py

  • Tambahan penerimaan (5000-3500) Py
Total Losses = 254.930 + 156 Py
Total Gains = 1500 Py
Tambahan profit = (1500 Py) – (254.930 + 156 Py)


Titik impas :    1500 Py – (254.930 + 156 Py) = 0

1344 Py = 254.930

Py        = 189,68 atau dibulatkan Rp 190,-

Berdasarkan analisis ini, titik impas harga adalah Rp 190. Ini berarti bahwa penggantian varietas dari varietas lokal menjadi varietas unggul akan layak kalau jatuhnya harga tidak sampai di bawah Rp 190,-. Dengan kata lain, selama harga gabah/kg Rp 190,- atau lebih, maka teknologi penggunaan varietas unggul masih layak untuk diintroduksikan.


Sumber:


Senin, 02 April 2012

NILAI WAKTU UANG

Future Value (FV) digunakan untuk menghitung nilai investasi yang akan datang berdasarkan tingkat suku bunga dan angsuran yang tetap selama periode tertentu. Untuk menghitung FV bisa menggunakan fungsi fv() yang ada dimicrosoft excel. Ada lima parameter yang ada dalam fungsi fv(), yaitu :

· Rate, tingkat suku bunga pada periode tertentu bisa per bulan ataupun per tahun.

· Nper, jumlah angsuran yang dilakukan

· Pmt, besar angsuran yang dibayarkan.

· Pv, nilai saat ini yang akan dihitung nilai akan datangnya.

· Type, jika bernilai 1 pembayaran dilakukan diawal periode, jika bernilai 0 pembayaran dilakukan diakhir periode.

Contoh :

Biaya masuk perguruan tinggi saat ini adalah Rp50.000.000, berapa biaya masuk perguruan tinggi 20 tahun yang akan datang, dengan asumsi pemerintah mampu mempertahankan inflasi satu digit, misal 8% per tahun, dengan menggunakan fungsi fv(), masukkan nilai untuk parameter-parameter yang ada sebagai berikut :

· Rate = 8%

· Nper = 20

· Pmt = 0, tidak ada angsuran yang dikeluarkan tiap tahunnya

· Pv = -50000000, minus sebagai tanda cashflow bahwa kita mengeluarkan uang

· Type = 0

Dari masukan diatas maka akan didapat nilai 233,047,857.19

Present Value digunakan untuk untuk mengetahui nilai investasi sekarang dari suatu nilai dimasa datang. Untuk menghitung PV bisa menggunakan fungsi pv() yang ada dimicrosoft excel. Ada lima parameter yang ada dalam fungsi pv(), yaitu :

· Rate, tingkat suku bunga pada periode tertentu bisa per bulan ataupun per tahun.

· Nper, jumlah angsuran yang dilakukan.

· Pmt, besar angsuran yang dibayarkan.

· Fv, nilai akan datang yang akan dihitung nilai sekarangnya.

· Type, jika bernilai 1 pembayaran dilakukan diawal periode, jika bernilai 0 pembayaran dilakukan diakhir periode.

Contoh :

Saat pensiun 25 tahun lagi saya ingin punya uang 1.000.000.000, berapakah nilai uang 1.000.000.000 saat ini, dengan asumsi pemerintah mampu mempertahankan inflasi satu digit, misal 8% per tahun, dengan menggunakan fungsi pv() masukkan nilai untuk parameter-parameter yang ada sebagai berikut :

· Rate = 8%

· Nper = 25

· Pmt = 0, tidak ada angsuran yang dikeluarkan tiap tahunnya

· Fv = 1000000000

· Type = 0

Dari masukan diatas maka akan didapat nilai -146,017,904.91


NPV (Net Present Value) adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.

Contoh:

Proyek A

Initial investment Rp. 6.000.000

Proyek B

Initial investment Rp. 7.200.000

tahun

EAT

cashflow

tahun

EAT

Cashflow

1

1.000.000

2.000.000

1

3.300.000

4.500.000

2

1.000.000

2.000.000

2

1.000.000

2.200.000

3

1.000.000

2.000.000

3

800.000

2.000.000

4

1.000.000

2.000.000

4

100.000

1.300.000

5

1.000.000

2.000.000

5

100.000

1.300.000

6

1.000.000

2.000.000

6

100.000

1.300.000

Apabila perusahaan cost of capital sebesar 10%, maka net present value masing-masing proyek adalah sebagai berikut:

Proyek A Rp. 2.710.000 dan Proyek B Rp. 2.638.100

Apabila dalam penilaian kedua proyek tersebut digunakan pendekatan ranking maka proyek A lebih baik dibandingkan denagn proyek B karena NPV nya lebih besar yang dihasilkan proyek A

Perhitungan NPV untuk kedua proyek tersebut adalah sebagai berikut:

NPV proyek A dapat langsung dihitung dengan menggunakan table PVIFA karena cash inflownya berbentuk anuited. Present value proyek B harus dicari satu persatu dengan menggunakan table present value Rp. 1,00 (PVIF) pada tingkat bunga 10% karena pola inflownya tidak berbentuk anuitet.

Dari perhitungan diatas tampak bahwa present value kedua proyek yang sedang dievaluasi, (A & B) menunjukkan jumlah yang labih besar dari present value initial investmen sehingga keduanya mempunyai NPV yang posotif atau lebig besar dari nol. Apabila kedua proyek tersebut mempunyai sifat independent maka keduanya diterima, sepanjang perusahaan mempunyai cukup dana. Akan tetapi apabila proyek tersebut bersifat mutually exclusive, maka pilihan akan jatuh pada proyek A karena NPV atau NPV-nya lebih besar dibandingkan proyek B.

Perhitungan NPV:

Proyek A

Proyek B

Tahun (1)

Cashinflow (2)

PVOF 10% (3)

PV (2) * (3)

Cashinflow/thn

Rp. 2.000.000

1

4.500.000

0.909

4.090.500

PVIFA 10%,6

4.355

2

2.200.000

0.826

1.817.200

PV

3

2.000.000

0.751

1.502.000

Cashinflow

Rp. 8.710.000

4

1.300.000

0.683

887.900

5

1.300.000

0.621

807.000

PV

6

1.300.000

0.564

773.200

Initial invest

Rp. 6.000.0000

Present value cash inflow

9.838.100

Present value initial investment

7.200.000

NPV

Rp. 2.710.000

NPV

2.638.100

IRR (Internal Rate of Return) Adalah tingkat discount (discount rate) yang menyamakan nilai sekarang dari aliran kas yang akan terjadi (PV inflows) dengan nilai sekarang aliran kas keluar mula2 (PV investment cost). PV (inflows) = PV (investment costs) . Internal Rate of Return (IRR) - Discount rate at which NPV = 0. Mencari IRR dilakukan dengan prosedur coba2 (trial dan error)

Jadi, apabila present value terlalu rendah maka kita merendahkan IRR nya. Sebaliknya apabila PV terlalu tinggi, kita meninggikan IRRnya

contoh
Anda dapat membeli sebuah gedung sebesar $ 350.000. Investasi ini akan menghasilkan $ 16.000 dalam arus kas (yaitu sewa) selama tiga tahun pertama. Pada akhir tiga tahun Anda akan menjual gedung itu seharga $ 450.000. Berapakah IRR dari investasi ini?

0 = -350.000 + ((16.000 / (I + IRR)1) + (16.000 / (I + IRR)2) + (466.000 / (I + IRR)3) = IRR = 12.96%

SUMBER:

www.adibmubarrok.com/tag/contoh-present-value/

rosihan.lecture.ub.ac.id/files/2009/09/9soal.ppt

http://belajarmanagement.wordpress.com/2009/07/29/konsep-net-present-value-dan-aplikasinya/